Kesehatan Mental Karyawan, Tanggung Jawab Siapa?

Kesehatan Mental Karyawan, Tanggung Jawab Siapa?

Baca juga: Curhat ke Para Pecandu Kerja di Media Sosial, Apa Salahnya Karyawan Jaman Now?

Demikian hasil analisis terhadap 556 penelitian terkait kesehatan mental dan pekerjaan yang dilakukan oleh Emily Rosado-Solomon (Assistant Professor of Management Babson College, sekolah bisnis di Massachusetts, Amerika Serikat), Jaclyn Koopmann (Associate Professor of Management and Entrepreneurship di Auburn University, USA), dan Matthew A Cronin (Profesor Manajemen di George Mason University, USA).

Emily mengatakan, banyak perusahaan yang cenderung menangani kesehatan mental karyawan dengan pendekatan individual. Misalnya, banyak perusahaan yang memberikan program bantuan konseling bagi individu karyawannya dengan aplikasi kesehatan tertentu.

KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Para pekerja lalu lalang di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Selain itu, masih banyak pengusaha yang juga menganggap urusan kesehatan mental sebagai tugas rutin divisi sumber daya manusia (SDM). Banyak pengusaha yang tidak terlalu memikirkan hubungan antara kesehatan mental dan kualitas lingkungan kerja.

Akibatnya, perusahaan memilih untuk mengalokasikan waktu terbatas untuk mencari solusi komprehensif. “Dengan praktik seperti ini, sepertinya menjaga kesehatan mental menjadi tanggung jawab masing-masing individu karyawan,” kata Emily dalam podcast bersama International Labour Organization (ILO), Kamis (10/10/2024).

Baca juga: Kasus Eksploitasi di Kantor Terus Berulang, Bagaimana Sikap Pekerja Muda?

Padahal, wirausaha mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan struktural. Kapabilitas yang dimaksud adalah kemampuan melakukan perubahan secara proaktif, terorganisir dan sistematis untuk meningkatkan kesehatan mental pegawai dalam skala besar.

Pengusaha, menurut penelitian, dapat mengembangkan budaya kerja sama sehingga mendorong sesama karyawan untuk saling mendukung. Absennya budaya kooperatif menimbulkan budaya kompetitif yang hanya mendorong individu karyawan untuk fokus pada dirinya sendiri.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Warga memilih pakaian persembahan pedagang usai salat Jumat di sekitar Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, 20 Mei 2022.

Empat langkah

Emily juga menyebutkan ada empat langkah untuk mengurangi beban kerja yang dapat memicu risiko terhadap kesehatan mental karyawan. Pertama, klarifikasi dan revisi deskripsi pekerjaan.

Pastikan karyawan mengetahui apa yang diharapkan dari manajer dan pastikan bahwa apa yang diharapkan dari karyawan adalah wajar dalam jangka panjang meskipun ada fluktuasi jangka pendek.

Hanya dua pertiga karyawan dengan masalah kesehatan mental yang akan menceritakan masalah mereka kepada seseorang di tempat kerja.

Kedua, melatih staf karyawan untuk proaktif berperilaku positif. Manajer tidak boleh menoleransi penindasan dan perilaku antarpribadi yang negatif. Ketiga, membantu karyawan membangun ketahanan. Berbagai jenis pelatihan ketahanan dapat membantu karyawan mengatasi pekerjaan yang cenderung memicu trauma.

Keempat, jangan berasumsi bahwa karyawan akan berbicara. Penelitiannya menemukan bahwa hanya dua pertiga karyawan yang memiliki masalah kesehatan mental akan menceritakan masalah mereka kepada seseorang di tempat kerja.

“Beberapa karyawan yang didiagnosis mengidap penyakit mental mungkin tidak mau mengungkapkan dan secara proaktif membicarakannya dengan manajer mereka karena takut mendapat stigma,” tambah Emily.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Karyawan menikmati makan siang di pusat kuliner yang terletak di sekitar gedung perkantoran kawasan jalan protokol MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2024).

Hanya sebuah program

Co-founder Sehat Jiwa (platform edukasi dan intervensi kesehatan mental holistik) Puspita Alwi yang ditemui dalam diskusi “Saatnya Utamakan Kesehatan Mental di Tempat Kerja, Tapi Bagaimana?”, Sabtu (12/10/2024) , di Cilandak, Jakarta Selatan, berpendapat serupa. Di Indonesia pun, isu kesehatan mental di tempat kerja mulai ramai diperbincangkan sejak pandemi Covid-19.

Sejak saat itu, berbagai perusahaan berusaha mewujudkan hal tersebut, namun sayangnya masih sebatas membuat program pendukung kesehatan mental karyawan. Perusahaan belum menetapkan peraturan khusus yang mendukung hal tersebut.

“Kalau hanya sebatas program seperti bantuan penyuluhan, tidak akan berkelanjutan,” ujarnya.

Berbicara mengenai kesehatan mental di tempat kerja, lanjut Puspita, artinya pengusaha mempunyai peran untuk memastikan organisasi dan tempat kerja aman. Jika terjadi kasus kekerasan atau perundungan, sebaiknya perusahaan mempunyai prosedur operasional standar (SOP) pelaporan dan penanganannya.

Selain regulasi, menurut Puspita, SOP pelaporan dan penanganan kekerasan dapat ditetapkan oleh perusahaan untuk menjaga tempat kerja tetap sehat dan aman. Misalnya membuat perjanjian kerja yang transparan, memberikan hak-hak pekerja sesuai peraturan perundang-undangan, dan mengikutsertakan pekerja dalam jaminan sosial.

“Saat ini pengobatan kondisi psikologis dapat diklaim melalui Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Namun layanan yang diberikan melalui JKN adalah konseling di fasilitas kesehatan tingkat pertama. dengan biaya yang mahal,” ujarnya.

Menurut Puspita, pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja yang tidak memberikan rasa aman, seperti penuh kekerasan dan pengabaian hak pekerja, masih belum memadai. Kemungkinan penyebabnya adalah permasalahan di tempat kerja masih sebatas urusan manajemen-pekerja saja.

Semua pemimpin

Dari sisi bisnis, Vice President Human Capital PT BRI Danareksa Sekuritas Senri Djang Rono saat ditemui konfirmasi di acara yang sama menegaskan, urusan kesehatan mental karyawan harus menjadi perhatian seluruh jajaran pimpinan di suatu perusahaan, bukan hanya tugas para pimpinan. departemen SDM.

Tantangannya, manajemen yang lebih tinggi belum mempertimbangkan (pegawai sebagai aset sumber daya manusia sehingga perlu dijaga kesehatan mentalnya), ujarnya.

Baca juga: Berbagai Alasan Karyawan Memutuskan Resign

Di sejumlah perkantoran masih terdapat fenomena dimana divisi HR hanya mengurus urusan administratif seperti absensi pegawai. Kantornya dulu seperti itu, tapi perlahan berubah.

“Jadi, sangat penting bagi pimpinan divisi HR untuk memberikan pemahaman mengenai kesehatan mental kepada pimpinan divisi lainnya sehingga bisa bersama-sama menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat,” kata Senri.

BRI Danareksa Sekuritas, lanjutnya, punya program program asisten bakat. Melalui program ini, divisi HR memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan kekhawatiran atau tantangan kesehatan mental. Program yang dibuka seminggu sekali ini terhenti.

Selain itu, kata Senri, masih ada programnya keterlibatan bakat Dan pengembangan bakat untuk karyawan. Makhluk keterlibatan bakat antara lain Sport Day BRI Danareksa Sekuritas, sedangkan bentuknya pengembangan bakat adalah memetakan potensi dan kompetensi pegawai.

Target KPI tahunan dibuat dan diumumkan kepada seluruh karyawan di awal tahun.

Sementara itu, L&D Operations Junior Manager PT Bumi Berkah Boga, Alrendy Dwi Syahputra mengatakan, pihaknya selalu menetapkan target pada indikator kinerja utama (indikator kinerja utama/KPI) yang transparan. Target KPI selama satu tahun dibuat dan diumumkan kepada seluruh karyawan setiap awal tahun. Dengan cara ini, tidak mungkin meleset dari target.

Hubungan antara karyawan dan pemimpin juga setara. Hal ini terlihat dari penataan ruang kerjanya. Pimpinan divisi duduk dalam satu bilik sehingga pegawai mudah menyampaikan keluhan atau masukan.

“Jadi, kami sangat menjunjung tinggi transparansi,” kata Alrendy.

Baca juga: Stres Kerja Bisa Picu Gangguan Kesehatan Mental

Divisi HR di PT Bumi Berkah Boga yang membawahi brand Kopi Kenangan pun turut mendirikan program tersebut pengakuan penghargaan. Setiap tahun, perusahaan mengadakan konferensi kepemimpinan di satu kota tertentu. Seluruh pimpinan gerai Kopi Kenangan di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara diikutsertakan. Mereka diberikan fasilitas akomodasi dan penghargaan atas pencapaian keuntungan penjualan.

“Selain itu, kami juga membuka layanan pengaduan yang kami sendiri di bagian HR jaga kerahasiaannya. Kebanyakan pengaduan datang dari barista. Mungkin karena berhubungan langsung dengan konsumen dan beban kerja berdampak pada kesehatan mental,” tambah Alrendy.

KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Pekerja melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Pengawas Ketenagakerjaan, Direktorat Pembinaan Kelembagaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Citra Nurhayati mengatakan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kesehatan Lingkungan Kerja telah mengatur mengenai pelaksanaan persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) lingkungan kerja.

Lima jenis pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja yang diperlukan meliputi risiko fisik, biologis, kimia, ergonomis, dan psikologis. Khusus untuk risiko psikologis, terdapat enam potensi bahaya.

Diantaranya adalah ambiguitas peran, konflik peran, dan kelebihan beban kerja kualitatif. Citra mengatakan, program psikososial yang dapat dilaksanakan di tempat kerja bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Karyawan menyusuri trotoar menuju Stasiun Sudirman, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2024).

Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Sunardi Manampiar Sinaga pada puncak peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) 2024 di Jakarta, Minggu (13/10/2024), mengatakan, sebanyak 20 persen 1.000 responden merasa stres saat bekerja. Stres kerja yang kronis dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi.

Ia merujuk pada penelitian survei Gallup di negara-negara Asia Tenggara pada tahun 2021 hingga akhir Maret 2022,

Oleh karena itu, kami mendorong perhatian pimpinan setiap unit perusahaan/organisasi pemerintah terhadap pegawainya karena pegawai mempunyai beban pikiran yang berbeda-beda dalam kehidupan bermasyarakatnya masing-masing. Padahal beban emosional akan mengganggu produktivitas kerja, ujarnya. .

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *